Accounting
By: sabrinarizkia • Essay • 608 Words • May 6, 2011 • 1,306 Views
Accounting
Akuntansi merupakan determinan dari sebuah ideologi yang mendominasi. Sebab sebagai sebuah informasi bisnis, akuntansi didesain sedemikian rupa untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak "penguasa" dalam konteks dimana ideologi tersebut berada. Ketika akuntansi digunakan pada basis masyarakat sosialis maka akuntansi akan memperoleh implikasi nilai berupa kolektivisme, egalitarianisme serta kontra strata-hirarkis. Begitupun sebaliknya, akuntansi akan terkena dampak nilai-nilai individualistis, egosentris, dan logosentris manakala ia diterapkan dalam konteks masyarakat yang kapitalistik. Inilah yang menjadi karakter mendasar dari akuntansi. Bahwa ia sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat dimana ia berada. Walaupun pada saat yang sama akuntansi juga dapat merubah lingkungannya.
Saat ini kapitalisme merupakan ideologi mainstream yang mengendalikan segala lini kehidupan manusia modern. Dengan mengikuti alur logika diatas, kita dapat memastikan bahwa akuntansi yang digunakan dalam cakupan dunia bisnis saat ini merupakan produk dari ideologi kapitalisme yang rakus, tamak dan serakah. Pernyataan ini lebih mendapat justifikasi ketika kita melihat realitas informasi akuntansi yang hanya diperuntukan bagi pihak pemilik modal (Shareholders) an sich. Sedangkan pihak-pihak lain yang memiliki kontribusi terhadap kinerja perusahaan lantas dimarginalkan oleh ilmu akuntansi modern.
Arogansi akuntansi mainstream semakin menjadi tatkala hanya mengakui private cost and benefit sebagai beban (expense) dan pendapatan (revenue). Hal ini tentu berimplikasi pada hilangnya kepedulian perusahaan terhadap biaya eksternalitas yang ditimbulkan dari operasional sehari-harinya seperti, biaya kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.
Oleh sebagaian kalangan, teori-teori akuntansi mainstream selalu dianggap bebas nilai (value free). Hal ini sangat mengabaikan fakta dari sebuah konstruk bangunan keilmuan yang sebetulnya dihinggapi oleh nilai-nilai subjektifitas. Perspektif ini (Perspektif ilmu bebas nilai) timbul karena adanya suatu anggapan bahwa realitas objektif berada secara bebas dan terpisah di luar diri manusia. Akibatnya cara pandang seperti ini (baca: perspektif) menegasikan fakta tentang manusia aktif yang secara sosial mampu mengonstruksi realitas kehidupannya. Pandangan ini sering diistilahkan dengan physical realism.
Physical realism hanya cocok dipakai dalam konteks ilmu-ilmu eksak. Sebab dari sisi ontologi objek dari ilmu ini memang dapat diukur, dianalisis, dideskripsikan secara objektif oleh para ilmuan. Beda halnya dengan akuntansi, yang merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial, yang membutuhkan pemahaman tentang sebuah fenomena sosial yang berada dibalik bangunan teoritisnya. Sebab seorang akuntan tidak akan pernah bisa meninggalkan nilai berupa sifat, pengalaman, nilai masyarakat dan lain sebagainya. Disamping itu, realitas