Globalization
By: domikado • Essay • 1,001 Words • May 8, 2011 • 1,274 Views
Globalization
JALAN PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN
I. Perkembangan kesusastraan adalah sejarah pertarungan dua kekuasaan yang bertentangan kepentingannya dilapangan kesusastraan, antara kekuatan yang mempertahankan kekolotan dan kekuatan yang mengusahakan kemajuan.
II. Kurangnya ahli (penyelidik) sejarah bangsa sendiri menyebabkan kita untuk sementara bergantung dan menerima hasil-hasil penyelidikan sejarah dari ahli-ahli bangsa Belanda, sampai datangnya saat para ahli-ahli sejarah kita mengadakan koreksi umum atas ilmu sejarah bangsa berdasarkan prinsip kepentingan nasional.
III. Sejalan dengan politik kolonial Belanda,
para ahli sejarah bangsa Belanda didalam lapangan kesusastraan hanya mengemukakan adanya kesusastraan golongan feudal saja. Padahal adalah suatu kepastian bahwa juga diluar kesusastraan-keraton atau kerajaan mesti ada kesusastraan rakyat.
Sebagai contoh dapat dikemukakan sarkasme dari rakyat terhadap raja-raja dalam dongengan rakyat Pasundan, tentang seorang raja yang menghentikan setiap orang yang lalu dan mengambil makanan apa saja yang dibawa oleh rakyat, sehingga timbul kritik humor: "Raja segala beuki", yaitu raja mau makan apa saja.
IV. Kebudayaan setiap zaman adalah kebudayaannya golongan yang berkuasa. Juga hal ini berlaku bagi kesusastraan. Dengan itu dapat pula dinyatakan, bahwa dari dulu Indonesia belum pernah mempunyai kesusastraan nasional.
V. Berkuasanya kolonisator Belanda tidaklah berarti habisnya riwayat dan kesusastraan feudal. Kolonialisme Belanda terus mempergunakan kekuasaan dan kesusastraan feudal, dengan perbedaan kalau dizaman feudal kekuasaan secara langsung diperhambakan kepada raja-raja, maka dizaman kolonial kesusastraan secara tidak langsung dipergunakan untuk mempertahankan system penjajahan Belanda.
VI. Dengan tidak dikehendaki oleh penjajahan Belanda sendiri, penjajahan mendorong kemajuan berpikir bangsa Indonesia, al. mempertebal semangat nasional. Dilapangan perjuangan kemerdekaan dia mendorong perkembangan pergerakan nasional dalam wujud sumpah Indonesia muda: "Satu bangsa, Satu bahasa, Satu tanah air", yang besar sekali pengaruhnya kepada perkembangan kesesusastraan.
VII. Pergerakan kebangsaan inilah yang menjadi stimulant tumbuhnya bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Didalam kesusastraan demikian derasnya arus kemajuan ini, yaitu arus perjuangan nasional lawan paham kolot kolonialisme, sehingga dia melahirkan golongan kesusastraan Pujangga Baru.
VIII. Membicarakan kesusastraan golongan Pujangga Baru adalah membicarakan detik sejarah yang penting dari perkembangan kesusastraan. Bukan saja dengan Pujangga Baru mulai adanya kesusastraan bahasa Indonesia yang bukan bahasa Melayu lagi, tetapi juga dengan Pujangga Baru timbul cita-cita pembaharuan kebudayaan Indonesia
IX. Idealism Pujangga Baru bersumber pada idealism Eropa-Barat. Hal ini menyebabkan Pujangga Baru sebagai layaknya sifat golongan idealis dalam merindukan kemerdekaan tidak memperhatikan kenyataan-kenyataan yang sesungguhnya dari bagian terbesar bangsanya yang menderita penindasan kolonialisme dan feodalisme
Paling banter dia hanya membikin perhitungan terhadap tradisi adat kuno ("Layar Terkembang" Sutan Takdir Alisjahbana). Perkecualian dapat dikemukakan sajak-sajak dan buku "Dibelakang Kawat Berduri" Asmara Hadi, sajak-sajak tentang nasib buruh perkebunan Aoh Kartamiharja, dan lakon sandiwara "Manusia Baru" Sanusi Pane, yang langsung mengupas dan mengolah masalah zamannya, masalah masyarakatnya, disamping menyelami lautan filsafat. (Misal beberapa sajak dalam "Madah Kelana" Sanusi Pane).
Asmara Hadi, Sanusi Pane, Aoh Kartamiharja dan beberapa sastrawan lainnya merupakan perkecualian, oleh karena cara-cara hidup mereka itu langsung bersentuhan dengan nasib bangsanya. Asmara Hadi dan Sanusi Pane adalah pelopor-pelopor Gerindo dan Aoh Kartamiharja pada ketika itu menjadi buruh disalah satu onderneming di Priangan.
X. Kesusastraan di zaman penjajahan Jepang adalah kesusastraan dibawah tekanan Fasisme, suatu system penindasan yang total. Perlahan-lahan tapi pasti penindasan total akan melahirkan perlawanan total. System "Kulturkammer" Pusat kebudayaan dan system sensor Jepang tidak kuasa menentang proses kesusastraan. Usmar Ismail sempat mengumandangkan rindu-dendam cinta tanah airnya dalam sajak "Merah Putih", Rosihan Anwar menggetarkan semangat patriotic dalam sajaknya "Naik Bendera", Karim Halim menyuarakan keperwiraan dalam sajaknya "Pohon Tanah Air", Chairil Anwar memberontak terhadap maksud Jepang untuk melikwidasi kepribadian manusia dalam sajaknya "Aku Ini Binatang Jalang". Disamping sajak-sajak juga sempat lahir